Conversation

 

    


   Kata tiap kata terasa asing untuk diketikkan, pandemi masih berlansung, kuliah telah dimulai walaupun dengan sistem daring, aku mencoba untuk terbiasa menikmatinya, awalnya terfikirkan untuk tetap menetap di kosan selama perkuliahan daring ini, tapi niat itu kuurungkan lantaran banyak minusnya jika tetap memaksakan. Pertama bayar kosan, kedua biaya hidup sehari-hari, dan tentunya dirumah semua itu tidak ada, dan uang jajan tetap mengalir *walaupun dikurangi*, disamping itu aku bisa lebih banyak menghabiskan waktu dengan adik-adikku sekaligus membantu orang tua dalam hal pekerjaan rumah seperti, mencuci, memasak, mengepel dsb. Awalnya sangat berat dan seringkali menggerutu, apalagi dalam hal membagi tugas dengan adik yang suka memberontak, tapi kekesalan itu lama kelamaan menjadi hilang, dan aku kembali beradaptasi dengan isi rumah yang berisik minta ampun, senang rasanya menghabiskan hari bertengkar kecil dengan adik-adik dan kedua orang tuaku, karena aku tau setelah kondisi normal kembali, aku akan jarang pulang ke rumah karena banyaknya kegiatan di kampus nanti, sama di saat sebelum pandemi terjadi, bahkan dalam satu semester aku hanya pulang tiga kali, padahal jarak dari kampus ke rumahku hanya satu jam perjalanan, but yeah... di kampus aku jadi lupa rumah, kecuali terjadi hal-hal buruk atau yang membuatku sedih, aku kembali teringat dengan rumah itu.

    Aku dan keluargaku jarang melakukan deep conversation, dan bisa dibilang banyak terjadi salah paham, apalagi diantaraku dengan kedua orang tuaku, seringkali jalan fikiran kami sangat bertolak belakang, tetapi walaupun begitu kita mempunyai waktunya untuk melakukan perbincangan itu, hanya perlu timing yang pas untuk memulai, yaitu salah satunya saat kita berpergian dan di perjalanan akan banyak cerita yang keluar, baik dari mulutku, adik-adikku maupun kedua orang tuaku, ku kira aku sudah tau semua kisah mereka, faktanya aku tidak tahu apa apa, tertawa, haru, dan emosi lainnya yang dirasakan sembari bercerita, walaupun itu jarang terjadi, tapi sekalinya terjadi akan memakan waktu yang lama, kisah yang tidak habis-habisnya.

   Beberapa waktu lalu adikku meminta tolong untuk mengatakan sesuatu ke orang tuaku mengenai barangnya yang hilang, dia takut untuk mengatakannya sendiri, aku yang biasanya suka mengadu hingga membuatnya dimarahi, kali ini tidak, aku mencoba menahan perasaan kekanakan itu, dan mencoba mencari solusi bersama, saat itu aku merasa dia benar-benar berharap aku menolongnya dengan membicarakan itu ke orang tuaku, hingga dia tidak dimarahi, aku gugup awalnya, karena orang tuaku terutama mamaku, adalah sosok tegas yang pemarah *glup*, jadi aku masuk ke kamar beliau dan mulai berbicara baik-baik, aku yang awalnya takut akan reaksinya menjadi tenang saat beliau bisa mengerti posisi adikku yang akan bertanggung jawab mengenai kecerobohannya, cerita selesai, aku dan mamaku tetap bercerita mengenai uneg-uneg masing-masing, hatiku jadi plong, karena aku menyampaikan hal-hal yang membuatku kesal kepada beliau, beliaupun dapat menerimanya dengan baik, tidak seperti biasanya... jadi kali ini timingnya benar-benar pas, saat itu aku merasa seperti orang dewasa yang sedang mendengarkan keluh kesah mamaku, mata berlinang linang saat beliau bercerita, lalu tertawa ketika beliau juga menceritakan kecerobohan dan cerita lucunya di masa muda, dan emosi yang bercampur aduk lainnya.. malam itu aku merasa benar-benar seperti kakak sulung yang bisa diandalkan.....  dan juga seorang anak yang mendengar curhatan mamanya dengan lapang......

    Dari situ aku cukup mengerti kenapa sosok seorang ibu benar-benar berat perannya, kekhawatiran terhadap anak-anak perempuannya, dan bagaimana dia menyembunyikan dan mengatasi itu, mamaku blakblakan saja malam itu, seperti curhat ke teman, lantas aku mengatakan “sepertinya mama sering marah karena tidak ada tempat untuk ngobrol”, dengan respon senyuman penuh arti darinya, walaupun sebenarnya mamaku punya satu teman yang sangat dekat, tapi yaa karena mereka sibuk dengan kehidupan “orang dewasa” dan urusan masing-masing, maka kegiatan seperti menelpon teman saat terjadi masalah tidak bisa dilakukan begitu saja dan juga tidak semua masalah orang dewasa itu dikatakan sembarangan. Aku senang walaupun juga jadi beban pikiran, tapi setidaknya mamaku tidak lagi menyimpan masalah dan uneg-uneg itu sendiri, aku senang beliau telah membagi “urusan orang dewasa” itu kepadaku. Berjam jam kami bercerita hingga datanglah ayahku dari kegiatan memancing yang sangat disukainya... beliau melihat kami berdua dengan curiga, mungkin berfikiran jika kami sedang membicarakannya hahahahah~

 

Comments

Popular Posts